top of page

Gundala | "Pertaruhan Besar Penuh Ambisi"

  • Writer: Nanda Satrio
    Nanda Satrio
  • Sep 3, 2019
  • 3 min read

Ketika dunia dipenuhi dengan kejahatan dan kekacauan, Gundala terlahir untuk membantu mereka yang dalam cengkraman bahaya.


Gundala Joko Anwar

Wacana Gundala untuk diangkat menjadi film bukanlah sebuah wacana baru. Udah dari 2014 Gundala sudah diisukan akan segera lahir di layar lebar. Akhirnya, 2019 ini kita bisa menyaksikan film superhero pertama Gundala yang disutradrai oleh Joko Anwar dan dibintangi Abimana sebagai Sancakan alias Gundala.


Sejak diberitakan 2018 silam kalau Gundala akan hadir, hype mengenai film ini pun meninggi. Antusiasme netizen semakin menggebu ketika Bumi Langit Studios mengumumkan kalau Gundala hanyalah sebuah permulaan dari rangakaian panjang kisah superhero lainnya yang berada dalam naungan Jagat Sinema Bumi Langit.


Tidak heran kalau belum ada satu minggu sejak tayang pertama kali, film Gundala sudah hampir mendapatkan satu juta penonton. Selain daya tarik dari Gundala itu sendiri, film ini juga bertaburan dengan banyak sekali aktor dan aktris yang dikenal di berbagai film besar di Indonesia. Seperti Tara Basro yang sudah pernah bekerja dengan Joko Anwar di film A Copy of My Mind dan menjadi banyak perbincangan positif. Ario Bayu yang naik daun sejak Pintu Terlarang. Lukman Sardi di Laskar Pelangi dan Cecep Arif Rahman di film The Raid.



Daya tarik pemain bintang yang cukup banyak ini memiliki kelebihan sendiri. Tidak perlu diragukan lagi dengan para kemampuan performa para pemain di Gundala. Baik itu pemeran utama, villain, atau sekedar ekstra. Semua memiliki sinarnya masing-masing. Kekuatan dari pemeran ini semakin terlihat ketika memasuki beberapa adegan krusial seperti adegan aksi penuh baku hantam, idealisme sang penjahat dan juga emosi frustrasi para korban kekejaman para penjahat. Ekspektasi kita akan setiap performa mereka terbayar lunas semua.

Hanya saja, performa para pemain Gundala yang diekspektasikan tidak berjalan lurus dengan penulisan cerita serta character development.


Buat gue di film Gundala poin pentingnya ada di:


-Cerita

-Karakter

-Pemain

-Sinematografi

-Koreografi

-Kostum

-Original Soundtrack

-CGI

-dll


Kenapa CGI berada di bawah? Gue maklum kalau CGI Gundala belum bisa disamakan dengan level film superhero macem DC atau bahkan Marvel. Karna keterbatasan SDM maupun hardware. Wajar.


Tapi kalau dari elemen krusial lainnya macam cerita, karakter dan pemain itu lemah, nah ini yang agak mengkhawatirkan. Cuman, ini Joko Anwar yang kita bicarakan. Bukan sutradara entah dari mana. Sehingga seharusnya, harusnya ekspektasi akan film Gundala ini juga lumayan tinggi. Gundala untuk dipuji sebagai film yang bagus, iya bagus. Tapi apakah sangat bagus? Mungkin agak berlebihan. Jelek pun juga tidak. Lebay itu. Gue cuman bisa mengatakan, Gundala adalah awal yang baik. Baik dalam segi start yang kuat maupun ruang improvisasi untuk penyempurnaan di film selanjutnya.


Kelahiran pahlawan selalu dipenuhi dengan intrik dan lika liku masalah yang berputar dalam dunia si protagonis. Ada dendam, amarah, kecewa, yang biasanya menjadi pendorong mereka untuk mau mengemban tugas sebagai pahlawan.


Jika ditanya Sancaka itu dendam sama siapa, kepada siapa dia marah, kemana dia harus menyalurkan rasa amarahnya. Apa rasa amarah yang sebenarnya Sancaka rasakan sehingga ia harus terlibat dan membantu orang-orang yang tidak pernah ia kenal. Sampai mau untuk terjun ke dunia yang lebih berbahaya dari sebelumnya. Padahal mental Sancaka yang selama ini terbentuk, atau yang diimajinasikan dalam film adalah mental untuk bertahan hidup. Bukan menjadi petarung atau bahkan pahlawan.


Gundala Joko Anwar

Kelemahan elemen cerita lainnya juga terlihat pada banyaknya informasi yang dijejalkan dalam durasi film dua jam ini. Sehingga akan ada beberapa saat kita merasa tersesat di tengah-tengah film. Terlebih yang jauh di luar dugaan, final showdown atau klimaks cerita seperti dibuat seadanya. Semua musuh yang digambarkan keren, kuat, mengerikan, sadis dan apapun yang ingin diperlihatkan kalah dengan amat mudahnya. Entah Gundala terlalu OP atau para pemeran tidak memiliki kemampuan koreagrafi tarung yang mumpuni seperti film The Raid atau The Night Comes for Us.


Di antara sekian banyak elemen yang kurang maksimal, bagian ini yg cukup mengecewakan buat gue. Bukan, bukan masalah CGI atau apapun itu. Kita sudah pernah punya film aksi luar biasa mengagumkannya yang bisa dijadikan standar, tapi Gundala seakan masih pada tahap remedial. Makin kaget ketika Cecep yang kemarin baru main John Wick 3. Kok bisa sih sejauh itu.


Namun sisanya seperti penggambilan gambar dan original soundtrack film Gundala sangat apik. Kelebihan Joko Anwar dalam membangun antusiasime dan ketegangan memang gak perlu diragukan. Sempat terlintas ini berasa lagi nonton film horror apa ya. Warna dalam setiap gambar terbentuk dengan baik. Latar gambar pun bagus dan memanjakan mata. Pemilihan lokasi memberikan nilai tambah pada emosi cerita yang diceritakan


Untuk film superhero pertama, Gundala berhasil menjadi awal yang baik. Harapannya untuk film setelahnya elemen yang cukup lemah di Gundala bisa jauh lebih baik lagi dan lebih sempurna untuk elemen yang memang sudah kuat. Dan untuk Jagat Sinema Bumi Langit ini terus berlanjut dan menghasilkan karya-karya apik superhero lokal, mereka juga butuh bantuan support dari kita. Maka dari itu, tontonlah selagi masih ada di bioskop.


Akan jadi keren sekali kalau 5-10 tahun mendatang Indonesia punya macam Marvel Cinematic Universe tapi isinya pahlawan dan penjahat lokal semua, yang diangkat dan digabung dengan berbagai mitos serta epos nusantara.


Akhir kata, selamat menonton!



 
 
 

コメント


©2019 by Eufonis Sinema. Proudly created with Wix.com

bottom of page